Wednesday, July 13, 2011

Trip IPS ke Curug Cibereum

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada bulan Maret tanggal 7, IPS berencana melakukan trip besar-besaran ke Curug Cibereum yang terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Dari sekian banyak anak, akhirnya yang pergi hanya 10 orang.

Start kami dari sekolah jam 8 pagi. Para cowok pun mengendarai motor sedangkan yang perempuan d bonceng. Sebelum berangkat, kami pun berdoa bersama. Perjalanan dari Bogor ke TNGGP bagi saya cukup menegangkan karena kebetulan saya dibonceng temen saya yang mengendarai motornya semerawut, bikin jantungan, dsb =__=

Mengisi bahan bakar d daerah tajur, lalu kami pun kembali melanjutkan perjalanan.
Sempat kaki saya kram karena, saya belum biasa d bonceng motor jarak jauh. =__="
Lalu d lanjutkan sambil menikmati pemandangan perkebunan teh yang luas d Puncak.. :D

Narsis dulu yak kita-kita... :D



Yang laki-laki juga gak mau kalah narsis-nya :p


Sesampainya di Cibodas kami pun langsung memasuki wilayah TNGGP. Setelah izin kepada petugas dan membayar beberapa rupiah , kami pun berdoa dan langsung capcus ke Curug Cibereum.

Karena kebetulan teman-teman yang cowok adalah anak-anak PA (pencinta alam) + anak gunung, mereka sudah hafal kawasan TNGGP karena sudah bolak balik ke sana

Perjalanan kami dalam kawasan TNGGP cukup seru. Tempat pertama yang kita singgahi adalah Telaga Biru. Sebuah danau tenang seluas 5 ha. Kadang warna danau tersebut berwarna biru atau hijau. Tergantung jenis algae yang tumbuh di sana.

Telaga Biru

Telaga Biru

Selain pepohonan yang menjulang tinggi ke angkasa, hal-hal unik yang ada d TNGGP adalah di beberapa titik terdapat papan yang bertuliskan tentang informasi-informasi mengenai TNGGP. Seperti satwa-satwa yang tinggal di TNGGP, status Gunung Gede yang sudah tidak aktif lagi, dan rawa-rawa yang ada di sana.

Teman Memasang ekspresi Owa Jawa

Ngomong-ngomong tentang Owa Jawa, saya merasa beruntung bisa bertemu Owa Jawa, dua kali ke TNGGP selalu berjumpa dengan Owa Jawa. Namun sayang, saya tidak sempat mengabadikan momen Owa Jawa bersama keluarganya.

Perjalanan, kami dilanjutkan. Tibalah kami di sebuah jembatan yang terbuat dari beton dan semen, bahkan dilengkapi dengan pagar besi.

Narsis lagi yak.. :D

Perjalanan kami yang tadinya beralaskan bebatuan dilanjutkan melewati jembatan. Jembatan ini dibangun oleh pihak TNGGP untuk para pendaki agar tidak repot melewati rawa-rawa.

Ternyata jembatan yang mewah ini ukurannya hanya beberapa km. Hanya beberapa menit kami melewati jembatan mewah ini, jembatan lama yang terbuat dari kayu sudah menunggu kami.

Jembatan yang dibangun sejak tahun 80-an, terbuat dari kayu. Kini kayu-kayu yang menjadi bahan dasar jembatan tersebut kondisinya sudah sangat lapuk, bahkan di sepanjang jembatan terlihat beberapa kayu sudah mulai berlubang, lebih parahnya lagi banyak kayu-kayu yang sudah hilang atau ambrol ke rawa. Berjalan d atas jembatan kayu ini bagi saya pengalaman yang tak terlupakan karena menegangkan dan berjalan di atas pondasi jembatan tersebut karena takut kayu-nya ambrol =__="

Start Jembatan Kayu melewati Rawa Ganyonggong. Terlihat Puncak Pangrango yang tertutup oleh awan

Hanya memakan waktu beberapa menit, kami tiba di pertigaan Panyangcangan. Tempat ini menjadi lokasi peristirahatan kami selanjutnya. Beberapa teman duduk di pos dan mengeluarkan cemilan masing-masing, dan minum.

Salah seorang teman mengeluarkan handphone-nya. Terlihat ia mencari-cari sesuatu di HP-nya. Setelah menemukan apa yang ia cari, kami mendengar sebuah suara. Dikeraskannya volume suara tersebut dari HP-nya. Ternyata ia menyetel PUISI CAHAYA BULAN karya Soe Hok Gie. Terdengar suara Nicholas Saputra pemeran Soe Hok Gie pada film Gie, melantunkan tiap kata-kata dalam puisi tersebut

PUISI CAHAYA BULAN

Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui

Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur lelap
Sambil membenarkan letak leher kemejaku

Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
Lembah Mandalawangi

Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin

Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudekap
Kau dekaplah lebih mesra
Lebih dekat

Apakah kau masih berkata
Kudengar detak jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta

Lagu: Cahaya bulan menusukku
Dengan ribuan pertanyaan
Yang takkan pernah aku tahu
Dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi
Yang bangunkan dari mimpi
Sudah waktunya berdiri
Mencari jawaban kegelisahan hati

Terlihat tampang teman-teman PA begitu khusyuk dan mengikuti alunan yang ada dalam puisi tersebut. Terlihat dengan jelas mereka begitu menghormati sosok Soe Hok Gie.

Belum puisi tersebut selesai, kami melanjutkan perjalanan. Kami mengambil jalur kanan karena tujuan kami menuju Curug Cibereum. Sedangkan, jalur kiri adalah jalur menuju puncak Gede dan Pangrango.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, kami berjumpa dengan 1 kelompok Owa Jawa. Lokasinya tidak jauh dari pertigaan Panyangcangan. Kami mengamati kelompok Owa Jawa tersebut yang posisinya tidak jauh dari kami. Hanya ketinggian pohon dan sedikit jarak yang memisahkan kelompok kami. Terlihat dengan jelas kelompok Owa Jawa tersebut sedang makan. Tapi ada pula yang mengawasi gerak gerik kami. Setelah mengamati beberapa saat, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Curug Cibereum.

Beberapa menit kemudian, akhirnya kami sampai di Curug Cibereum. Terlihat ada beberapa kelompok yang sudah sampai di tujuan lebih awal daripada kami. Kami sampai di Curug Cibereum tepat sholat Dzuhur karena, beberapa orang di kelompok tersebut sedang sholat yang beralaskan matras.

Kami pun langsung mengambil posisi dekat Curug. Saya langsung terduduk di salah satu batu yang ada. Mengatur nafas. Perjalanan dari bawah ke Curug Cibereum bagi saya sungguh melelahkan, apalagi saya sudah lama tidak mendaki (gak ampe puncak hanya sebatas curug =__=") + kondisi saya yang lemah karena asthma yang tidak terlalu akut.

Dalam posisi duduk, inilah yang terlihat oleh saya.

Bendera Merah Putih tetap berkibar

Tapi keringat yang berucucuran dan nafas yang tidak berarturan, semuanya terbayar ketika melihat Curug Cibereum.

Beberapa teman PA meminta saya untuk memotret mereka dengan syal kebanggan mereka yang bertuliskan SALAM RISGABO beserta lambangnya.

Salam Risgabo

Tanpa basa basi, beberapa orang langsung nyebur. Sedangkan yang tidak nyebur menyantap makan siang masing-masing.

Di lokasi ini terdapat 3 curug.
Curug pertama

Curug kedua

Sedangkan curug ketiga tidak saya abadikan karena, saya baru mengetahui ada curug ketiga ketika dalam perjalanan pulang. =___="

Kabut mulai turun

Kabut tipis pun mulai turun menyentuh pepohonan dan tanah dataran tinggi. Hal ini menjadi pertanda kami untuk turun dan pulang. Bagi saya kabut ini = pertanda akan turunnya hujan.

Let's Go Home

Melewati Jembatan Kayu Lagi

Semakin siang kawasan Curug Cibereum semakin dipadati oleh para wisatawan domestik. Saat kami turun hanya beberapa meter sudah berjumpa dengan masyarakat yang berjalan menuju Curug Cibereum. Ada yang bersama keluarganya, kelompok / komunitas, pacarnya, bahkan anak-anak SMP yang baru pulang sekolah.

Saat turun, kami terpisah dalam 2 kelompok. Dan posisi saya berada di kelompok terakhir bersama 3 laki-laki (perempuan sendiri saya?! =__="). Sedang asyik-asyiknya berbincang-bincang, tiba-tiba sendal teman kami copot. Ia kaget dan agak bingung karena ia tidak membawa sendal cadangan (nih anak hobi naik gunung pake sendal jepit). Tapi beruntung sendalnya bisa diperbaiki kembali dan bisa digunakan.

Sampai di parkiran motor kami langsung pulang. Sampai di jalan raya, tiba-tiba hujan turun. Saat kami tetap jalan hujan mulai reda. Namun, teman saya yang memboncengi saya ingin berteduh. Katanya motornya tidak kuat kalau hujan. Namun saat saya amati, depan kami masih kering, dan kalau kami jalan pelan, hujan makin deras kembali. Otomatis saya langsung bilang untuk lanjut jalan. Karena kalau jalan setidaknya kita hanya kena gerimis.

Saat berada di Puncak, beberapa teman saya mematikan mesin motornya karena jalan yang menurun. Sedangkan motor teman yang di depan saya dan motor yang saya tumpangi tetap menyala.

Dalam perjalanan pulang menuju Bogor, adalah perjalanan yang tidak dapat saya lupakan. Bagaimana tidak, saat perjalanan pulang saya hampir kejepit 2 bisa yang berlawanan arah di tikungan... (saya cuma bisa diam saat itu dengan tampang syok sambil mendengarkan musik...), belum lagi hampir menabrak mobil dan orang. Tapi yang hampir kejepit 2 bis itu gak bisa saya lupakan... =___="

Saya dan temen saya yang di depan saya sampai di sekolah duluan. Beberapa teman yang di belakang saya datang telat sekali karena salah satu diantara mereka tertangkap polisi karena lampu motornya tidak dihidupkan. Saya di situ tertawa sedikit geli, karena selama perjalanan saya tidak memakai helm, hanya memakai tudung jaket dan tidak tertangkap polisi sama sekali :p

Setelah berkumpul semua di sekolah, kami pun berpamitan dan saling mengucapkan TERIMAKASIH dan SAMPAI JUMPA.... :) :D (^_^)/


My life is My Story is My Adventure

1 comment:

  1. Maaf sebelum nya jika saya mengomentari Postingan anda..

    Saya mulai terbawa dengan cerita anda ketika menuju perjalanan pulang..

    mungkin apa yg anda rasakan ketika perjalanan pulang dari puncak, sama seperti dengan apa yg saya rasakan..

    yg Saya pribadi rasakan, Saya tidak ingin pulang..

    ingin di puncak bogor..
    susana nya membuat Saya tenang, refresh otak..

    Saya kagum dengan Post yg ada buat, karna cukup lama Saya belum kembali ke puncak tuk refresh otak..

    Thanks postingan nya..

    ReplyDelete